06/11/2016
Hari ini aku diingatkan Allah, bahwa hidup kita
berdampingan dengan tetangga, maka walau bagaimanapun juga hidup tak pernah
luput dari pandangan mereka. Tersandung dengan “kata mereka” tentu sangat
menyakitkan. Bahkan ketika ada hal yang harus aku ubah, aku mendengarnya bukan
dari orang yang sudah aku anggap layaknya “ibu” di kota itu. Aku tau ini
salahku, namun persepsi dan stigma negatif
“mereka” terhadapku itu tidak benar. Aku hanya ingin belajar namun
sekali lagi mungkin karena Allah rindu mendengar keluh kesahku, rindu suaraku
untuk berdoa kepadaNya. Mungkin Allah cemburu karena akhir akhir ini aku lebih
dekat dengan gadget dan laptop. Aku lebih sibuk dengan urusan dunia hingga
sedikit mengabaikan Nya. Iya, aku percaya ini salah satu cara Allah untuk menyenggolku
karena telah teledor, lalai, dan melenceng dari jalan yang telah kulalui.
Belum cukup disitu, kenapa disaat aku merasa nyaman dan aku
merasa punya tempat untukku pulang, seseorang yang kuanggap telah memahami
karakterku membuatku merasa ingin menjauh dari semua hal yang berhubungan
dengannya.
Aku ingin sembunyi, namun dunia terasa nyata tanpa sekat.
Transparan layaknya kaca di etalase teras toko atau perumahan. Semudah aku
bersembunyi, pasti akhirnya akan terlihat. Dan (lagi) menjadi aku yang tentu
akan selalu aku terkadang membuat pikiranku penuh problematika. Ini aku 100 %
aku. Tapi kenapa ada yang tidak senang dengan caraku melakukan suatu hal? Ada
apa dengan mereka? Aku tidak mengganggu mereka. Ya, mungkin tulisan ini menjadi
simbol pembelaan atau apapun. Sungguh, aku sangat dilema. Mempertahankan diriku
atau menghapusnya? Memunculkan jiwa baru yang sama sekali bukan aku ? Oh kenapa
? Ada yang merasa keberatan ?
Tunggu, kenapa aku harus berusaha menjadi jiwa yang lain?
Jika orang yang menyayangiku lebih bisa menghargaiku dengan apa adanya aku ?
Ucapan dari sosok yang bahkan tidak berani berbicara langsung padaku telah
menguasai pikiran dan mengosongkan hati. Membuat otakku berkutat pada satu
cermin besar di kamar yang kerapkali dalam kurun waktu seminggu ku amati. Ya
mungkin benar, aku harus berkaca. Melihat sebenarnya diriku dari sudut yang
lain. Sama namun berbeda. That’s the point. Satu persatu kujernihkan kata
“mereka” yang ubahnya seperti racun di otakku dan menguraikannya. Membiarkan pikiranku
kembali jernih. At last, aku kembali menemukan diriku yang sesungguhnya. Aku
hanya perlu mengurangi intensitas hal yang tidak “mereka” senangi. Ah dan
karena diriku dengan sudut yang lain itu, introspeksi datang. Sekarang aku
merasa seutuhnya menjadi diriku. Kamu .. Iya kamu .. siapapun yang membaca
tulisan ini. Jangan pernah berubah dengan anggapan buruk orang lain terhadapmu.
Hidup ku, hidup kalian boleh sedikit berubah dengan introspeksi. Tapi jangan
biarkan kata kata bagai angin lalu itu mengubah dirimu. Jangan. Just be
yourself. Whatever someone said about you, give the best for them and senyumin
ajaah J selamat berproses dengan prasangka dan selamat
menjadi dengan introspeksi. Salam senyum setulus hati dari penerjemah hati J
Comments
Post a Comment